Ada tulisan arab di uang logam Indonesia? ini penjelasannya. Kalau kita perhatikan uang logam Indonesia dari masa ke masa dari yang terdahulu sampai yang terbaru, kita akan menemukan 4 jenis yang agak berbeda. perbedaan yang saya maksud adalah tulisan INDONESIA-nya tidak menggunakan huruf latin, melainkan tertulis dengan nenggunakan huruf arab ( abjad hijaiyah ). Tulisan tersebut adalah أندونيسيا. Keempat jenis tersebut berada pada uang logam pecahan 1 sen, 5 sen, 10 sen dan 25 sen
Kalau kita perhatikan lebih lanjut, keempatnya adalah uang dengan emisi 1952, 1951—1954, 1951—1954, dan 1952. Dengan kata lain, uang logam Indonesia yang terdapat bahasa arabnya adalah 4 uang yang keluar paling dulu, kemudian keluaran tahun beriku-berikutnya baru menggunakan huruf latin.
Oh ya sekedar info saja bahwa di uang kertas pun kita bisa menemukan uang yang terdapat bahasa arabnya, tepatnya pada Uang Soekarno ( yang bisa melengkung sendiri itu loh). Tapi, uang sukarno tersebut bukanlah uang resmi yang sah dan di cetak untuk pembayaran jual beli. Uang tersebut hanyalah untuk souvenir saja. Sedangkan uang sukarno yang bisa untuk pembayaran, adalah uang yang tidak ada huruf arabnya.
Tapi kalau uang logam yang ada huruf arabnya yang sedang kita bahas sekarang ini adalah uang sah yang resmi dan bisa digunakan untuk pembayaran jual beli saat waktu beredarnya masih belum dicabut. Pertanyaan yang timbul sekarang adalah, bagaimana bisa hal itu terjadi padahal bahasa resmi dari negara Indonesia kan menggunakannya huruf latin, bukan arab?
Penjelasan huruf arab yang terdapat di uang logam Indonesia
Dalam kalangan netter, kejadian ini baru ramai setelah seorang pengguna facebook bernama Adkhilni M. Sidqi, asal Indonesia yang tinggal di negara Damaskus. Di sana dia menemukan uang logam Indonesia senilai 25 sen tahun keluaran 1952. Setelah diperhatikan ternyata ada tulisan dengan huruf arab أندونيسيا. Tulisan tersebut berbunyi INDONESIA, dan letaknya tapat di atas burung garuda.
Oleh penjual uang koin di sana, ia ditanya mengapa uang Indonesia ada huruf arabnya?. Dia menjawab, “Hmmm… mungkin karena sebagian besar rakyat Indonesia saat itu lebih familiar dengan tulisan Arab.” Dia menjawab begitu sekenanya saja. Namun dalam kepalanya justru makin banyak pertanyaan yang membuat dia penasaran dan ingin menggali akan hal ini.
Menurutnya, meskipun selama ini data yang beredar pada masa awal kemerdekan penduduk Indonesia 90% buta huruf, namun ternyata hal itu tidak benar. Faktanya banyak orang-orang dulu termasuk almarhumah nenek si Adkhilni M. Sidqi sudah mengenal baca-tulis. Tapi huruf yang digunakannya bukan huruf latin yang seperti sekarang ini, huruf yang mereka gunakan adalah huruf arab / arab melayu / pegon. Neneknya Adkhilni M. Sidqi semasa hidupnya sangat terbata-bata kalau harus membaca huruf latin tapi sangat lancar jika jika membaca tulisan huruf pegon.
Pegon sendiri adalah tulisan bahasa melayu tapi ditulis dengan huruf hijaiyah (tulisan huruf arab tapi kalau dibaca berbunyi kalimat-kalimat bahasa melayu).
Lebih lanjut, masih menurut tulisan Adkhilni M. Sidqi yang dia tulis di dinding facebooknya yang berjudul BUTA HURUF DAN AKSARA ARAB DI KOIN INDONESIA , sebelum masa kolonial, Arab Melayu/Jawi/Pegon ini luas digunakan sebagai bahasa sastra, bahasa pendidikan, dan bahasa resmi kerajaan se-Nusantara. Beberapa karya sastra ditulis dengan aksara ini, seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Amir Hamzah, Syair “Singapura Terbakar” karya Abdul Kadir Munsyi (1830), juga karya-karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan tafsir Qur’an karya Kyai Saleh Darat juga ditulis dengan Arab Pegon yang kini sudah banyak dilupakan.
Kemudian surat-surat raja nusantara, stempel kerajaan, dan mata uang pun ditulis dalam aksara Arab Melayu/Jawi ini. Kesultanan Pasai Aceh, Kerajaan Johor dan Malaka, Kesultanan Pattani pada abad 17, secara resmi menggunakan Arab Melayu sebagai aksara kerajaan. Termasuk juga dalam hubungan diplomatik, kerajaan-kerajaan Nusantara menggunakan aksara Arab Melayu untuk membuat perjanjian perjanjian resmi baik dengan Inggris, Portugis, maupun Belanda. Konon, deklarasi kemerdekaan Malaysia 1957 sebagian juga ditulis dalam aksara Arab Melayu.
Akan tetapi, pengaruh kuat dominasi kolonial Belanda lambat laun menggeser kejayaan aksara Arab Melayu/Pegon. Terlebih lagi pada pergantian abad ke-19, media penerbitan secara besar-besaran mencetak huruf latin sebagai media komunikasi massa. Pun juga setelah merdeka, Pemerintah Indonesia lebih memilih untuk melestarikan aksara latin dengan menyebut orang-orang yang sehari-hari menggunakan aksara Arab Melayu atau aksara daerah, tapi tidak bisa membaca huruf latin, sebagai “buta huruf.”
Di akhir paragraf tulisannya, dia menyebutkan bahwa tulisan huruf arab yang terdapat pada uang logam Indonesia tahun keluaran awal-awal adalah sebagai representasi bahwa bahasa arab, khususnya pegon pernah berkuasa dominan di masyarakat negara kita. Dan uang koin yang dia temukan tersebut adalah bukti kuatnya.